Pada
tanggal 18 Mei 1998, jaksa penuntut umum dari 20 negara bagian, Distrik
Columbia dan Departemen Kehakiman Amerika Serikat, menuntut Microsoft Corp atas
tuduhan melanggar peraturan anti trust. Departemen Kehakiman mengklaim
Microsoft tidak fair dengan melakukan pemaksaan konsumen menggunakan produk
softwarenya, terutama Web Browser Internet Explorernya melalui sistem operasi
Windows, sehingga telah menghalangi terjadinya persaingan usaha yang sehat.
Pemerintah AS menuduh Microsoft telah melakukan praktek monopoli.
Kasus
tersebut diatas, bukanlah pusat perhatian kita di artikel ini. Fokus kita
adalah apakah praktek monopoli atau juga kartel merupakan suatu model bisnis
yang dilarang dalam perspektif Islam.
Perspektif Islam
Terdapat
begitu banyak literatur dalam Islam yang berkaitan dengan monopoli, dan hampir
seluruhnya setuju bahwa praktek monopoli adalah sangat dilarang. Hal sama
berlaku untuk segala bentuk persaingan secara monopoli (harga, barang, etc).
Semua
narasumber menyatakan bahwa monopoli dalam segala jenis kebutuhan masyarakat
dilarang. Alasan pelarangan tersebut, pihak yang memegang monopoli akan
mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk menaikkan harga dan mengendalikan
suplai barang sesuka hatinya, dan pada akhirnya, akan menyengsarakan masyarakat.
Bukti Menurut Al Quran
Monopoli
(ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai
barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan
hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya
mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses
memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
Al
Quran tidak menyebut tentang ihtikar. Al Quran hanya menunjukkan mengenai
penimbunan emas dan perak. Namun, dalam hadist Rasulullah SAW banyak sekali
disebutkan bahwa muhtakir (pemonopoli) adalah orang yang berbuat dosa.
Monopoli dan Semangat Islam
Dalam
suatu artikelnya seorang konsultan syariah dalam Islamic Banker Magazine
mengatakan bahwa semangat Islam sangat berlawanan dengan praktek monopolistik
dari sisi maupun kondisi manapun.
Dr.
Zaki Badawi juga berargumentasi bahwa hal sama juga berlaku bagi sistem
perbankan dan usaha-usaha yang lain. Monopoli dalam sistem perbankan sebagai
contoh, akan memberikan pemonopoli kekuatan finansial dan praktek komersial
dalam komunitasnya. Semangat Islam menyadari bahwa monopoli akan memberikan hak
otoritas yang tidak semestinya kepada beberapa kelompok juga akan berdampak
adanya ineffisiensi.
Namun,
kadang terdapat kejadian/kondisi dimana beberapa kelompok Muslim melakukan
praktek monopoli. Sebagai contoh, sistem perbankan Islam di beberapa negara
Islam, telah beroperasi secara monopoli nasional dengan perlindungan negara.
Kasus
seperti ini terjadi pada Bank Islam Malaysis Bhd, dilakukan monopoli oleh
negara ketika didirikan pada tahun 1983, sampai kemudian pemerintah Malaysia
memperkenalkan perbankan dua sistem pada tahun 1993, yang memperbolehkan bank
konvensional untuk membuka layanan bank tanpa bunga selayaknya bank Islam.
Meskipun
terdapat berbagai pandangan yang berlawanan, khususnya berkaitan dengan praktek
monopoli akhir-akhir ini, sebagian besar para ahli berpandangan bahwa praktek
monopoli dalam segala bentuknya dibidang perdagangan, finasial dan politik bertentangan
dengan prinsip syariah.
Bukti Menurut Al Quran
Monopoli
(ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai
barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan
hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya
mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses
memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
Al
Quran tidak menyebut tentang ihtikar. Al Quran hanya menunjukkan mengenai
penimbunan emas dan perak. Namun, dalam hadist Rasulullah SAW banyak sekali
disebutkan bahwa muhtakir (pemonopoli) adalah orang yang berbuat dosa.
Monopoli dan Semangat Islam
Dalam
suatu artikelnya seorang konsultan syariah dalam Islamic Banker Magazine
mengatakan bahwa semangat Islam sangat berlawanan dengan praktek monopolistik
dari sisi maupun kondisi manapun.
Dr.
Zaki Badawi juga berargumentasi bahwa hal sama juga berlaku bagi sistem
perbankan dan usaha-usaha yang lain. Monopoli dalam sistem perbankan sebagai
contoh, akan memberikan pemonopoli kekuatan finansial dan praktek komersial
dalam komunitasnya. Semangat Islam menyadari bahwa monopoli akan memberikan hak
otoritas yang tidak semestinya kepada beberapa kelompok juga akan berdampak
adanya ineffisiensi.
Namun,
kadang terdapat kejadian/kondisi dimana beberapa kelompok Muslim melakukan
praktek monopoli. Sebagai contoh, sistem perbankan Islam di beberapa negara
Islam, telah beroperasi secara monopoli nasional dengan perlindungan negara.
Kasus
seperti ini terjadi pada Bank Islam Malaysis Bhd, dilakukan monopoli oleh
negara ketika didirikan pada tahun 1983, sampai kemudian pemerintah Malaysia
memperkenalkan perbankan dua sistem pada tahun 1993, yang memperbolehkan bank
konvensional untuk membuka layanan bank tanpa bunga selayaknya bank Islam.
Meskipun
terdapat berbagai pandangan yang berlawanan, khususnya berkaitan dengan praktek
monopoli akhir-akhir ini, sebagian besar para ahli berpandangan bahwa praktek
monopoli dalam segala bentuknya dibidang perdagangan, finasial dan politik bertentangan
dengan prinsip syariah.
Monopoli dalam Pandangan
Ekonomi Konvensional
Monopoli diartikan sebagai sebuah
pasar yang hanya memiliki satu penjual (produsen) tetapi memiliki banyak
pembeli (konsumen). Dengan demikian, penawaran monopolis6 sekaligus juga sebagai penawaran
pasar (industri), dengan kata lain permintaan terhadap output perusahaan
merupakan permintaan industri. Dapat dikatakan bahwa monopolis tidak memiliki
kompetitor. Dalam kenyataannya jarang ditemukan monopoli murni (pure
monopoly), yang banyak ditemukan adalah kondisi di mana hanya terdapat
sedikit perusahaan (produsen) yang bersaing di dalam pasar.
Secara umum pasar monopoli dicirikan
oleh karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Pasar monopoli adalah pasar dengan satu perusahaan
(produsen).
2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip (close
substitution).
3. Tidak ada kemungkinan untuk masuk dalam industri, hambatan
masuk ke dalam pasar (entry barrier) sangat tinggi.
4. Monopolis menguasai penentuan harga (price setter).
5. Promosi iklan kurang diperlukan
Berdasarkan karakteristik ke empat,
monopolis memiliki apa yang disebut sebagi market power, yaitu
kekuatan/kemampuan untuk menentukan harga dari suatu barang di pasar. Sumber-sumber market power
yang dimiliki oleh monopolis, dalam hal ini disebut sebagai monopoly power
antara lain adalah: (i) elastisitas permintaan pasar, (ii) jumlah perusahaan
dalam pasar, (iii) interaksi di anatara perusahaan di dalam pasar.
Dalam pasar persaingan sempurna,
kita menggambarkan kurva untuk perusahaan dan kurva untuk pasar secara
keseluruhan secara terpisah. Dalam monopoli hanya diperlukan satu kurva, karena
dalam monopoli, perusahaan juga sekaligus merupakan pasar. Maka kurva
permintaan yang dihadapi oleh monopolis (perusahaan) juga identik dengan kurva
permintaan pasar. Bentuk kurva ppermintaan pasar adalah menurun dari kiri ke
atas ke kanan bawah, artinya monopolis tersebut dapat mempengaruhi harga pasar
dengan jalan menjual lebih sedikit atau lebih banyak barang produksinya
Dalam pembahasan mengenai monopoli
ditinjau dari perspektif ekonomi konvensional di atas, penulis memang sengaja
hanya memberikan pembahasan secara umum mengenai definisi, karakteristi, dan penentuan
tingkat harga dan jumlah barang yang diproduksi tanpa memberikan analisis yang
bersifat matematis, hal tersebut dikarenakan tulisan ini pada dasarnya hanya
memberikan gambaran umum tentang perbedaan monopoli ditinjau dari perspektif
ekonomi konvensional dan perspektif ekonomi Islam, sehingga penulis akan
memberikan bobot yang lebih untuk pembahasan monopoli ditinjau dari perspektif
ekonomi Islam.
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat mengenai dua hal
tentang ikhtikar di antara para ahli fiqih, yakni jenis barang dan waktu
diharamkannya ikhtikar. Karena keterbatasan referensi, alam pembahasan
mengenai hal tersebut, penulis hanya dapat mengutip pendapat beberapa ahli
fikih yakni pendapat Imam al-Ghazali dan Yusuf Qardhawi. Menurut Imam
al-Ghazali pengharaman ikhtikar hanya terbatas pada barang-barang
kebutuhan pokok, selain kebutuhan pokok termasuk penopang bahan makanan pokok
seperti obat-obatan, jamu-jamuan, wewangian, dan sebagainya tidak dikenakan
larangan meskipun termasuk barang yang dimakan. Pendapat ini berbeda dengan
pendapat Yusuf Qardhawi yang menurutnya pengharaman ikhtikar tidak
terbatas pada barang kebutuhan pokok saja melainkan barang yang dibutuhkan
manusia, baik makan pokok, obat-obatan, pakaian, peralatan sekolah, peraabotan
rumah tangga, dan lain sebagainya.
Waktu pelarangan ikhtikar
menurut Imam al-Ghazali adalah dikhususkan pada waktu persediaan bahan makanan
sangat sedikit sementara orang-orang sangat membutuhkannya, sehingga tindakan
menangguhkan penjualan dapat menimbulkan bahaya. Namun jika bahan makanan
berlimpah ruah dan orang tidak begitu membutuhkan dan menginginkannya kecuali
dengan harga yang rendahk kemudian penjual menunggu perubahan kondisi itu dan
tidak menunggu sampai paceklik, maka tindakan ikhtikar tidak termasuk
tindakan yang membahayakan tersebut.
Dari uraian di atas dapat
disimpulakan bahwa terdapat tiga syarat ikhtikar menurut Imam
al-Ghazali, yakni: (i) obyek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan
masyarakat; (ii) waktu penimbunan adalah pada waktu persediaan bahan makanan
sangat sedikit, atau dapat dikatakan pada masa paceklik, (iii) tujuan
penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di atas keuntungan normal. Sehingga
tindakan untuk menyimpan barang untuk keperluan persediaan tidak dilarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar