Senin, 11 Februari 2013

MONOPOLI DALAM PANDANGAN ISLAM


Pada tanggal 18 Mei 1998, jaksa penuntut umum dari 20 negara bagian, Distrik Columbia dan Departemen Kehakiman Amerika Serikat, menuntut Microsoft Corp atas tuduhan melanggar peraturan anti trust. Departemen Kehakiman mengklaim Microsoft tidak fair dengan melakukan pemaksaan konsumen menggunakan produk softwarenya, terutama Web Browser Internet Explorernya melalui sistem operasi Windows, sehingga telah menghalangi terjadinya persaingan usaha yang sehat. Pemerintah AS menuduh Microsoft telah melakukan praktek monopoli.
Kasus tersebut diatas, bukanlah pusat perhatian kita di artikel ini. Fokus kita adalah apakah praktek monopoli atau juga kartel merupakan suatu model bisnis yang dilarang dalam perspektif Islam.

Perspektif Islam
Terdapat begitu banyak literatur dalam Islam yang berkaitan dengan monopoli, dan hampir seluruhnya setuju bahwa praktek monopoli adalah sangat dilarang. Hal sama berlaku untuk segala bentuk persaingan secara monopoli (harga, barang, etc).
Semua narasumber menyatakan bahwa monopoli dalam segala jenis kebutuhan masyarakat dilarang. Alasan pelarangan tersebut, pihak yang memegang monopoli akan mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk menaikkan harga dan mengendalikan suplai barang sesuka hatinya, dan pada akhirnya, akan menyengsarakan masyarakat.

Bukti Menurut Al Quran
Monopoli (ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
Al Quran tidak menyebut tentang ihtikar. Al Quran hanya menunjukkan mengenai penimbunan emas dan perak. Namun, dalam hadist Rasulullah SAW banyak sekali disebutkan bahwa muhtakir (pemonopoli) adalah orang yang berbuat dosa.

Monopoli dan Semangat Islam
Dalam suatu artikelnya seorang konsultan syariah dalam Islamic Banker Magazine mengatakan bahwa semangat Islam sangat berlawanan dengan praktek monopolistik dari sisi maupun kondisi manapun.
Dr. Zaki Badawi juga berargumentasi bahwa hal sama juga berlaku bagi sistem perbankan dan usaha-usaha yang lain. Monopoli dalam sistem perbankan sebagai contoh, akan memberikan pemonopoli kekuatan finansial dan praktek komersial dalam komunitasnya. Semangat Islam menyadari bahwa monopoli akan memberikan hak otoritas yang tidak semestinya kepada beberapa kelompok juga akan berdampak adanya ineffisiensi.
Namun, kadang terdapat kejadian/kondisi dimana beberapa kelompok Muslim melakukan praktek monopoli. Sebagai contoh, sistem perbankan Islam di beberapa negara Islam, telah beroperasi secara monopoli nasional dengan perlindungan negara.
Kasus seperti ini terjadi pada Bank Islam Malaysis Bhd, dilakukan monopoli oleh negara ketika didirikan pada tahun 1983, sampai kemudian pemerintah Malaysia memperkenalkan perbankan dua sistem pada tahun 1993, yang memperbolehkan bank konvensional untuk membuka layanan bank tanpa bunga selayaknya bank Islam.
Meskipun terdapat berbagai pandangan yang berlawanan, khususnya berkaitan dengan praktek monopoli akhir-akhir ini, sebagian besar para ahli berpandangan bahwa praktek monopoli dalam segala bentuknya dibidang perdagangan, finasial dan politik bertentangan dengan prinsip syariah.

Bukti Menurut Al Quran
Monopoli (ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
Al Quran tidak menyebut tentang ihtikar. Al Quran hanya menunjukkan mengenai penimbunan emas dan perak. Namun, dalam hadist Rasulullah SAW banyak sekali disebutkan bahwa muhtakir (pemonopoli) adalah orang yang berbuat dosa.

Monopoli dan Semangat Islam
Dalam suatu artikelnya seorang konsultan syariah dalam Islamic Banker Magazine mengatakan bahwa semangat Islam sangat berlawanan dengan praktek monopolistik dari sisi maupun kondisi manapun.
Dr. Zaki Badawi juga berargumentasi bahwa hal sama juga berlaku bagi sistem perbankan dan usaha-usaha yang lain. Monopoli dalam sistem perbankan sebagai contoh, akan memberikan pemonopoli kekuatan finansial dan praktek komersial dalam komunitasnya. Semangat Islam menyadari bahwa monopoli akan memberikan hak otoritas yang tidak semestinya kepada beberapa kelompok juga akan berdampak adanya ineffisiensi.
Namun, kadang terdapat kejadian/kondisi dimana beberapa kelompok Muslim melakukan praktek monopoli. Sebagai contoh, sistem perbankan Islam di beberapa negara Islam, telah beroperasi secara monopoli nasional dengan perlindungan negara.
Kasus seperti ini terjadi pada Bank Islam Malaysis Bhd, dilakukan monopoli oleh negara ketika didirikan pada tahun 1983, sampai kemudian pemerintah Malaysia memperkenalkan perbankan dua sistem pada tahun 1993, yang memperbolehkan bank konvensional untuk membuka layanan bank tanpa bunga selayaknya bank Islam.
Meskipun terdapat berbagai pandangan yang berlawanan, khususnya berkaitan dengan praktek monopoli akhir-akhir ini, sebagian besar para ahli berpandangan bahwa praktek monopoli dalam segala bentuknya dibidang perdagangan, finasial dan politik bertentangan dengan prinsip syariah.
Monopoli dalam Pandangan Ekonomi Konvensional
Monopoli diartikan sebagai sebuah pasar yang hanya memiliki satu penjual (produsen) tetapi memiliki banyak pembeli (konsumen). Dengan demikian, penawaran monopolis6 sekaligus juga sebagai penawaran pasar (industri), dengan kata lain permintaan terhadap output perusahaan merupakan permintaan industri. Dapat dikatakan bahwa monopolis tidak memiliki kompetitor. Dalam kenyataannya jarang ditemukan monopoli murni (pure monopoly), yang banyak ditemukan adalah kondisi di mana hanya terdapat sedikit perusahaan (produsen) yang bersaing di dalam pasar.
Secara umum pasar monopoli dicirikan oleh karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.    Pasar monopoli adalah pasar dengan satu perusahaan (produsen).
2.    Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip (close substitution).
3.    Tidak ada kemungkinan untuk masuk dalam industri, hambatan masuk ke dalam pasar (entry barrier) sangat tinggi.
4.    Monopolis menguasai penentuan harga (price setter).
5.    Promosi iklan kurang diperlukan
Berdasarkan karakteristik ke empat, monopolis memiliki apa yang disebut sebagi market power, yaitu kekuatan/kemampuan untuk menentukan harga dari suatu barang di pasar. Sumber-sumber market power yang dimiliki oleh monopolis, dalam hal ini disebut sebagai monopoly power antara lain adalah: (i) elastisitas permintaan pasar, (ii) jumlah perusahaan dalam pasar, (iii) interaksi di anatara perusahaan di dalam pasar.
Dalam pasar persaingan sempurna, kita menggambarkan kurva untuk perusahaan dan kurva untuk pasar secara keseluruhan secara terpisah. Dalam monopoli hanya diperlukan satu kurva, karena dalam monopoli, perusahaan juga sekaligus merupakan pasar. Maka kurva permintaan yang dihadapi oleh monopolis (perusahaan) juga identik dengan kurva permintaan pasar. Bentuk kurva ppermintaan pasar adalah menurun dari kiri ke atas ke kanan bawah, artinya monopolis tersebut dapat mempengaruhi harga pasar dengan jalan menjual lebih sedikit atau lebih banyak barang produksinya 
Dalam pembahasan mengenai monopoli ditinjau dari perspektif ekonomi konvensional di atas, penulis memang sengaja hanya memberikan pembahasan secara umum mengenai definisi, karakteristi, dan penentuan tingkat harga dan jumlah barang yang diproduksi tanpa memberikan analisis yang bersifat matematis, hal tersebut dikarenakan tulisan ini pada dasarnya hanya memberikan gambaran umum tentang perbedaan monopoli ditinjau dari perspektif ekonomi konvensional dan perspektif ekonomi Islam, sehingga penulis akan memberikan bobot yang lebih untuk pembahasan monopoli ditinjau dari perspektif ekonomi Islam.
 Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat mengenai dua hal tentang ikhtikar di antara para ahli fiqih, yakni jenis barang dan waktu diharamkannya ikhtikar. Karena keterbatasan referensi, alam pembahasan mengenai hal tersebut, penulis hanya dapat mengutip pendapat beberapa ahli fikih yakni pendapat Imam al-Ghazali dan Yusuf Qardhawi. Menurut Imam al-Ghazali pengharaman ikhtikar hanya terbatas pada barang-barang kebutuhan pokok, selain kebutuhan pokok termasuk penopang bahan makanan pokok seperti obat-obatan, jamu-jamuan, wewangian, dan sebagainya tidak dikenakan larangan meskipun termasuk barang yang dimakan. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Yusuf Qardhawi yang menurutnya pengharaman ikhtikar tidak terbatas pada barang kebutuhan pokok saja melainkan barang yang dibutuhkan manusia, baik makan pokok, obat-obatan, pakaian, peralatan sekolah, peraabotan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Waktu pelarangan ikhtikar menurut Imam al-Ghazali adalah dikhususkan pada waktu persediaan bahan makanan sangat sedikit sementara orang-orang sangat membutuhkannya, sehingga tindakan menangguhkan penjualan dapat menimbulkan bahaya. Namun jika bahan makanan berlimpah ruah dan orang tidak begitu membutuhkan dan menginginkannya kecuali dengan harga yang rendahk kemudian penjual menunggu perubahan kondisi itu dan tidak menunggu sampai paceklik, maka tindakan ikhtikar tidak termasuk tindakan yang membahayakan tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa terdapat tiga syarat ikhtikar menurut Imam al-Ghazali, yakni: (i) obyek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakat; (ii) waktu penimbunan adalah pada waktu persediaan bahan makanan sangat sedikit, atau dapat dikatakan pada masa paceklik, (iii) tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di atas keuntungan normal. Sehingga tindakan untuk menyimpan barang untuk keperluan persediaan tidak dilarang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar